Pages

Sunday, December 15, 2013


2

Salam Kenal, Michael…


Tak terasa, sudah hampir satu tahun aku kuliah di tempat ini. Kampus impian hampir semua orang karena tes masuknya yang ketat dan hanya siswa-siswi pintar yang bisa sekolah disini. Itulah yang aku tahu dari cerita yang beredar. Memang, saat tes masuk, soal-soal yang diberikan sungguh bukan main. Membuat mataku berputar. Hm!
“Giselle!”
Suara itu, suara Michael. Hatiku berdebar.
“Giselle! Kau kan pintar bahasa Inggris. Kau mau mengajari ku, tidak? Nilai tesku minggu kemarin, jelek sekali.” ucapnya, serius.
Aku senang. Hati ini menjerit gembira. Ingin sekali tertawa lepas. Akhirnya aku punya kesempatan untuk dekat dengan Michael!
“Tentu, kapan kau ada waktu?”
“Besok saja. Pulang sekolah.” kata Michael sambil tersenyum, lalu membalikan badan. “Ah! Kau tahu Venus Coffee kan? Disana saja ya! Setiap hari Selasa kan ada diskon 20%.” tambahnya.
Aku mengangguk. Benar-benar kehabisan kata-kata. Aku tahu ini bukan sebuah kencan, tapi entah mengapa aku hilang kendali. Mungkin aku (setengah) gila.

***

Bel tanda pelajaran usai berbunyi. Aku membereskan buku-buku lalu memasukkannya ke dalam tasku.
“Giselle!” Sarah memanggilku.
Aku menoleh.
“Datang lah ke rumahku. Kita makan siang bersama. Kau kan tahu, kakakku baru pulang dari Jepang. Mungkin dia membawa oleh-oleh untukmu.” ujar Sarah.
“Aku sudah ada janji.” kataku.
“Aku tunggu kau di depan gerbang ya!” seru Michael sambil meninggalkan kelas.
“Oh. Rupanya kau ada janji dengan dia? Ya sudah kalau begitu. Hati-hati, sepertinya dia bukan pria yang baik.” Sarah memperingatkanku.
Aku berjalan menuju gerbang. Kata-kata Sarah masih terus terngiang. Kenapa dia bicara seperti itu? Apa dia juga menyukai Michael? Aku sungguh penasaran.
Kami tiba di Venus Coffee. Dan Michael benar, ada diskon 20%. Tampaknya dia sering mengunjungi tempat ini.
Michael duduk di depanku. Headphone berwarna putih miliknya menggantung di leher. Ia memakai jaket warna abu-abu, dan hari ini (seperti hari-hari yang lain), ia terlihat tampan. Dan sampai sekitar pukul 5 sore. Aku mengajarinya bahasa Inggris.


***


Dua bulan semenjak hari itu, hatiku masih selalu berdebar setiap Michael berbicara padaku. Padahal aku tahu, aku pasti terlihat sangat bodoh.
“Giselle! Aku mendaftar audisi penyayi di CJ Entertainment. Doakan aku ya! Semoga aku diterima!” ucap Dina.
“Tentu! Kapan audisinya?”
“Hari ini! Jam 2 nanti!” jawab Dina.
“Kau ikut audisi?” tanya Michael, tiba-tiba.
Rupanya dia menguping pembicaraan kami.
“Iya! Kau mau mendoakanku juga kan?”
Michael hanya tersenyum sinis lalu pergi meninggalkan kami.
“Kau, kau suka pada pria seperti itu?” tanya Dina. “Pria menyebalkan itu?” Dina bertanya, lagi.
Aku tersenyum. Hanya itu yang bisa kulakukan.

Lima menit yang lalu Dina pergi ke tempat audisi bersama Sony, kakak laki-lakinya yang beberapa minggu lagi akan segera menikah. Aku berjalan menuju arah pulang. Ada kerikil yang lewat di dekat kakiku. Sepertinya ada seseorang yang menendangnya dari belakang. Aku menoleh. MICHAEL!
“Kau lewat jalan ini?” ia tiba-tiba bertanya.
“Iya. Kau juga?”
“Tidak, aku mau main online games di cafĂ© internet dekat toko kue yang terkenal itu.”
“Aku tidak tahu kalau kau suka main online games.” kataku.
“Kenapa? Kau tidak suka pria yang suka main online games? Aku bukan pria yang hanya suka main basket.” jawabnya.
“Aku juga bukan gadis yang hanya pintar berbahasa Inggris.”
“Baiklah, gadis yang tidak hanya pintar berbahasa Inggris, mulai sekarang kita akan saling mengenal lebih jauh.” kata Michael sambil tersenyum.
“Oke.”
Michael mengulurkan tangan mengajak bersalaman.
“Namaku Michael. Mari kita lebih mengenal lebih jauh.”
“Giselle. Salam kenal.” kataku sambil menjabat tangannya.

***






No comments:

Post a Comment