2
Salam Kenal, Michael…
Tak terasa,
sudah hampir satu tahun aku kuliah di tempat ini. Kampus impian hampir semua
orang karena tes masuknya yang ketat dan hanya siswa-siswi pintar yang bisa
sekolah disini. Itulah yang aku tahu dari cerita yang beredar. Memang, saat tes
masuk, soal-soal yang diberikan sungguh bukan main. Membuat mataku berputar.
Hm!
“Giselle!”
Suara itu, suara
Michael. Hatiku berdebar.
“Giselle! Kau
kan pintar bahasa Inggris. Kau mau mengajari ku, tidak? Nilai tesku minggu
kemarin, jelek sekali.” ucapnya, serius.
Aku senang.
Hati ini menjerit gembira. Ingin sekali tertawa lepas. Akhirnya aku punya
kesempatan untuk dekat dengan Michael!
“Tentu, kapan
kau ada waktu?”
“Besok saja.
Pulang sekolah.” kata Michael sambil tersenyum, lalu membalikan badan. “Ah! Kau
tahu Venus Coffee kan? Disana saja ya! Setiap hari Selasa kan ada diskon 20%.”
tambahnya.
Aku mengangguk.
Benar-benar kehabisan kata-kata. Aku tahu ini bukan sebuah kencan, tapi entah
mengapa aku hilang kendali. Mungkin aku (setengah) gila.
***
Bel tanda
pelajaran usai berbunyi. Aku membereskan buku-buku lalu memasukkannya ke dalam
tasku.
“Giselle!” Sarah
memanggilku.
Aku menoleh.
“Datang lah ke
rumahku. Kita makan siang bersama. Kau kan tahu, kakakku baru pulang dari
Jepang. Mungkin dia membawa oleh-oleh untukmu.” ujar Sarah.
“Aku sudah ada
janji.” kataku.
“Aku tunggu
kau di depan gerbang ya!” seru Michael sambil meninggalkan kelas.
“Oh. Rupanya
kau ada janji dengan dia? Ya sudah kalau begitu. Hati-hati, sepertinya dia
bukan pria yang baik.” Sarah memperingatkanku.
Aku berjalan
menuju gerbang. Kata-kata Sarah masih terus terngiang. Kenapa dia bicara seperti
itu? Apa dia juga menyukai Michael? Aku sungguh penasaran.
Kami tiba di
Venus Coffee. Dan Michael benar, ada diskon 20%. Tampaknya dia sering
mengunjungi tempat ini.
Michael duduk
di depanku. Headphone berwarna putih miliknya menggantung di leher. Ia memakai
jaket warna abu-abu, dan hari ini (seperti hari-hari yang lain), ia terlihat
tampan. Dan sampai sekitar pukul 5 sore. Aku mengajarinya bahasa Inggris.
***
Dua bulan semenjak hari itu,
hatiku masih selalu berdebar setiap Michael berbicara padaku. Padahal aku tahu,
aku pasti terlihat sangat bodoh.
“Giselle! Aku mendaftar audisi
penyayi di CJ Entertainment. Doakan aku ya! Semoga aku diterima!” ucap Dina.
“Tentu! Kapan audisinya?”
“Hari ini! Jam 2 nanti!” jawab
Dina.
“Kau ikut audisi?” tanya Michael,
tiba-tiba.
Rupanya dia menguping pembicaraan
kami.
“Iya! Kau mau mendoakanku juga
kan?”
Michael hanya tersenyum sinis
lalu pergi meninggalkan kami.
“Kau, kau suka pada pria seperti
itu?” tanya Dina. “Pria menyebalkan itu?” Dina bertanya, lagi.
Aku tersenyum. Hanya itu yang
bisa kulakukan.
Lima menit yang lalu Dina pergi
ke tempat audisi bersama Sony, kakak laki-lakinya yang beberapa minggu lagi
akan segera menikah. Aku berjalan menuju arah pulang. Ada kerikil yang lewat di
dekat kakiku. Sepertinya ada seseorang yang menendangnya dari belakang. Aku
menoleh. MICHAEL!
“Kau lewat jalan ini?” ia
tiba-tiba bertanya.
“Iya. Kau juga?”
“Tidak, aku mau main online games
di cafĂ© internet dekat toko kue yang terkenal itu.”
“Aku tidak tahu kalau kau suka
main online games.” kataku.
“Kenapa? Kau tidak suka pria yang
suka main online games? Aku bukan pria yang hanya suka main basket.” jawabnya.
“Aku juga
bukan gadis yang hanya pintar berbahasa Inggris.”
“Baiklah,
gadis yang tidak hanya pintar berbahasa Inggris, mulai sekarang kita akan
saling mengenal lebih jauh.” kata Michael sambil tersenyum.
“Oke.”
Michael
mengulurkan tangan mengajak bersalaman.
“Namaku
Michael. Mari kita lebih mengenal lebih jauh.”
“Giselle.
Salam kenal.” kataku sambil menjabat tangannya.
***